BEM MALANG RAYA GAGAS DIALOG PESTA DEMOKRASI BERSAMA NARA SUMBER
MALANG//Metrosoerya. Ketidakpercayaan terhadap Pemilu 2024 di Malang Raya lewat Golput atau tidak memilih diprediksi angkanya akan tinggi. Pernyataan tersebut muncul pada dialog demokrasi “ Anomali Antara Tragedi Kanjuruhan dan Pesta Demokrasi 2024” yang digelar oleh BEM Malang Raya pada, Kamis (6/4/2023).
Dialog demokrasi yang digelar bersamaan dengan acara pelantikan pengurus BEM Malang Raya di Kampus Universitas Negeri Malang menghadirkan narasumber yaitu Ketua KPU, Aminah Asminingtyas, SP., M.Si, Akademisi Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Dr. Dhia Al-Uyun, S.H., M.H, serta Djoko Tridjahjana, SE., SH., M.H selaku penasihat hukum korban Tragedi Kanjuruhan, dan juga menghadirkan keluarga korban tragedi kanjuruhan.
Keputusan hakim yang telah memberikan vonis hukuman ringan serta membebaskan para terdakwa pada kasus Tragedi Kanjuruhan membuat para korban merasakan keadilan tidak didapatkan oleh mereka.
Hal itulah yang akan berpengaruh terhadap pilihan politik rakyat Malang Raya kepada calon legislatif maupun calon eksekutif pada Pemilu 2024 mendatang kata seorang narasumber.
“Tidak ada para politisi yang mengawal secara aktif kasus Tragedi Kanjuruhan dan kekecewaan terhadap keputusan hukum inilah yang akan menggerus angka partisipasi rakyat pada Pemilu 2024 di Malang Raya,” ujar Dhia akademisi UB.
Disampaikan juga bahwa dengan banyaknya korban anak dan perempuan pada Tragedi Kanjuruhan, akan membuat antipati bagi keluarga korban maupun sanak family mereka terhadap Pemilu dikarenakan minimnya rasa kepedulian terhadap tuntutan usut tuntas.
Di tempat yang sama, anomali pada penanganan kasus Tragedi Kanjuruhan dijelaskan oleh Djoko Tridjahjana SE, SH, MH selaku penasihat hukum korban.
“Dalam kasus Tragedi Kanjuruhan yang telah menewaskan 135 korban dan lebih dari 600 orang mengalami luka berat dan ringan, tidak melibatkan atau memeriksa para penembak gas air mata,” kata Djoko saat menjadi narasumber.
Djoko juga menilai pada konteks penanganan hukum kasus Kanjuruhan negara menunjukkan ketidak berpihakan terhadap rakyat terutama kepada para korban.
“ini adalah bukti bahwa dalam pelaksanaan hukum, para aparat penegak hukum tidak lagi berbicara tentang norma hukum, namun lebih berjalan berdasarkan pesanan,” ujarnya.
“orang yang tidak paham hukum pun jika mendengar bahwa angin yang salah akan menilai bahwa ada ketidakadilan bagi para korban,” tambahnya.
Anomali lainnya yang muncul dalam kasus Tragedi Kanjuruhan adalah dengan tidak ada satupun pemimpin negeri yang berani berkomentar untuk mengawal keadilan bahkan Presiden Indonesia Joko Widodo ketika ditanya oleh Jurnalis masih berjanji menjawab pada lain waktu.
Tragedi Kanjuruhan adalah sebuah tragedi sepak bola yang akan menjadi sejarah kelam bangsa Indonesia. Bahkan Tragedi yang berada di Stadion Kanjuruhan Malang pada 1 Oktober 2022 yang lalu menjadi Tragedi dengan jumlah korban terbanyak kedua di dunia.
Pemilu yang bertujuan untuk mendapatkan pemimpin dari, oleh dan untuk rakyat ternyata pada konteks penanganan kasus Tragedi Kanjuruhan muncul kekecewaan, yang akhirnya dapat menjadi sebuah gerakan untuk tidak mencoblos dalam Pemilu 2024.
Baru-baru ini muncul spanduk berwarna hitam yang bertuliskan ‘2024 Golput Pilihan Realistis Atas Matinya Keadilan di +62’.
Spanduk tersebut terpasang di sebuah jembatan penyeberangan orang di jalan Kayu Tangan Kota Malang pasca vonis bebas terdakwa kasus Tragedi Kanjuruhan. ( Van