BAU TAK SEDAP Kepala DLH Kota Malang Diduga Lakukan Poligami Ilegal

MALANG metrosoerya– Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Malang, Noer Rahma Wijaya, diduga melakukan praktik poligami tanpa izin resmi dari istri pertama dan tanpa persetujuan dari pejabat berwenang. Dugaan ini mencuat setelah informasi mengenai pernikahan kedua Noer Rahma Wijaya dengan Cahyani Rahmawati pada 25 Mei 2025 di Hotel Aston, Madiun, beredar di kalangan publik.
Dugaan pelanggaran ini tidak hanya mencoreng citra pribadi pejabat yang bersangkutan, tetapi juga mencederai nama baik institusi pemerintahan Kota Malang secara keseluruhan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, khususnya Pasal 4 ayat 1, seorang pria yang ingin beristri lebih dari satu wajib mengajukan permohonan ke Pengadilan Agama dan memperoleh persetujuan dari istri pertama. Ketentuan ini dipertegas dalam Pasal 5, yang mengharuskan adanya persetujuan istri pertama untuk melangsungkan poligami.
Selain itu, sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN), Noer Rahma Wijaya juga terikat pada Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990, yang merupakan perubahan atas PP Nomor 10 Tahun 1983 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian bagi ASN. Dalam Pasal 4 disebutkan bahwa ASN pria yang akan beristri lebih dari satu harus mendapatkan izin tertulis dari pejabat yang berwenang.
Tindakan ini dinilai melanggar hukum dan kode etik ASN, sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS. Regulasi tersebut memuat ketentuan mengenai kewajiban, larangan, serta sanksi terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh PNS.
Seiring dengan berkembangnya kasus ini, berbagai pihak mendesak agar Wali Kota Malang segera mengambil tindakan tegas. Desakan agar Kepala DLH Kota Malang dicopot dari jabatannya terus menguat, sambil menunggu penunjukan Pelaksana Tugas (Plt) sebagai langkah sementara untuk menjaga stabilitas internal instansi.
Menanggapi hal tersebut, Sekretaris Daerah Kota Malang, Erik Setyo Santoso, menyatakan bahwa pihaknya akan mengonfirmasi kebenaran informasi tersebut. Ia menegaskan bahwa pernikahan kedua seorang ASN wajib mendapatkan persetujuan dari istri pertama serta izin dari atasan langsung. Dalam hal ini, atasan kepala OPD adalah Sekretaris Daerah. Erik juga menambahkan bahwa meskipun ada persetujuan dari istri pertama, jika tidak disertai dengan izin dari atasan, maka tindakan tersebut tetap dianggap sebagai pelanggaran terhadap peraturan yang berlaku. Hingga saat ini, menurutnya, belum ada permohonan izin yang masuk dari Noer Rahma Wijaya.
Sementara itu, Ketua LSM “Indonesia Melawan Korupsi”, Drs. Syarifuddin Nahar, juga memberikan tanggapan keras terhadap kasus ini. Ia menilai bahwa pejabat yang bersangkutan seharusnya dijatuhi hukuman maksimal berupa pencopotan jabatan. Menurut Sarifudin, tindakan Noer Rahma Wijaya tidak hanya melanggar aturan ASN, tetapi juga menunjukkan buruknya integritas sebagai pejabat publik. Ia menambahkan bahwa pihaknya menduga masih ada sejumlah pelanggaran lain yang dilakukan oleh yang bersangkutan, dan karenanya mendesak agar pemerintah daerah segera mengambil tindakan tegas tanpa kompromi.
Wartawan metrosoerya juga telah berupaya mengonfirmasi langsung kepada Noer Rahma Wijaya dengan menghubungi nomor telepon pribadinya Namun, hingga berita ini diturunkan, nomor yang bersangkutan tidak dapat dihubungi.
Berita ini sebelumnya telah mencut dibeberapa media online ( van )