Pangkalan Siluman Milik PT.Dinar Sentausa diduga jadi biang kerok kelangkaan dan mahal Gas Subsidi

Dugaan Pangkalan Siluman Milik PT.Dinar Sentausa jadi biang kerok kelangkaan dan mahalnya Gas Subsidi
Metrosoerya.com. Tanggamus, — Diduga Satu pangkalan fiktif di Pekon Pariaman, Kecamatan Limau, bisa jadi bukan cuma soal ketidakberesan distribusi, tapi cerminan dari kebobrokan sistem. Di balik kelangkaan dan mahalnya harga gas LPG 3 kg bersubsidi, terselip kisah pahit tentang pengawasan yang compang-camping, agen penyalur yang diduga bermain kotor, dan pemerintah yang entah sibuk apa hingga lupa bahwa warganya sedang bertarung dengan api dapur yang tak kunjung menyala.
Pangkalan atas nama Marwanto, di bawah bendera PT. Dinar Sentosa, tercatat resmi sebagai penyalur. Tapi sayangnya, keberadaannya hanya sebatas dokumen. Sudah hampir dua tahun tidak ada pengiriman, tak ada antrean warga, tak ada suara aktivitas—hanya sunyi, seperti akal sehat dalam birokrasi subsidi gas kita.
> “Gas-nya nggak ada, giliran ada, harga bisa sampai Rp30 ribu. Itu juga harus pakai keliling Keling dulu’. Ini subsidi apa dagangan elit?” keluh warga, yang kini lebih sering menatap tabung kosong seperti kenangan masa lalu.
Istri dari Marwanto bahkan blak-blakan mengakui bahwa mereka sudah tidak menerima distribusi dari Distributor PT Dinar Santousa sejak lama. Mereka justru membeli sendiri ke pangkalan lain—membuktikan bahwa status resmi mereka sebagai agen penyalur tidak lebih dari formalitas belaka.
(Kamis 7 Agustus 2025)
Ketua LPKNI Tanggamus, Yuliar Baro, mengungkapkan kemarahan sekaligus kekecewaannya atas fenomena ini. Menurutnya, kelangkaan gas dan lonjakan harga bukan terjadi karena faktor pasar semata, tapi lebih kepada lemahnya pengawasan dan tebang pilih dalam sanksi terhadap agen nakal.
> “Ini bukan cuma soal satu pangkalan. Ini soal sistem yang keropos, diawasi dengan mata tertutup, dan dijalankan oleh tangan-tangan yang terlalu sering masuk ke kantong sendiri,” tegas Yuliar, tanpa tedeng aling-aling.
Ia menilai bahwa agen-agen seperti PT. Dinar Sentosa bisa tetap beroperasi meski jelas tidak menjalankan fungsinya, justru karena adanya pembiaran dari pihak Pertamina dan pemerintah daerah.
> “Kalau agen fiktif bisa bertahan dua tahun tanpa tindakan, maka pertanyaannya bukan siapa yang salah—tapi siapa yang sengaja membiarkan,” ujarnya tajam.
Yuliar tak segan menyentil Pertamina dan pejabat daerah yang dinilai terlalu nyaman dengan posisi mereka, tapi minim empati terhadap rakyat kecil.
> “Jangan hanya bicara pengawasan di depan kamera. Turun ke lapangan! Lihat bagaimana rakyat berebut tabung gas seperti sedang antre bantuan bencana. Ini bukan krisis biasa. Ini pengkhianatan terhadap amanah subsidi,” kata Yuliar.
Ia juga menyoroti lemahnya sistem audit dan pemantauan distribusi LPG subsidi. Menurutnya, tidak sulit mendeteksi pangkalan fiktif jika ada kemauan. Tapi selama yang diperiksa hanya angka di atas kertas, maka selama itu pula rakyat akan terus dihantui kelangkaan dan harga yang tak masuk akal.
> “Pangkalan fiktif itu bukan gagal sistem. Itu bukti bahwa sistem sengaja dimatikan,” ujarnya, penuh amarah.
Sebagai bentuk tanggung jawab, LPKNI menyatakan akan segera menyurati pemerintah daerah dan Pertamina. Mereka menuntut audit terbuka, pembekuan izin, dan penindakan tegas terhadap agen-agen siluman.
“Kami tidak akan diam. Jangan pikir karena rakyat miskin, mereka bisa dibodohi terus. Kami akan kawal kasus ini sampai sistem yang rusak ini diperbaiki. Dan kalau ada oknum yang main-main, ya silakan pertanggungjawabkan di depan hukum—bukan di balik meja rapat,” tutupnya.
Disisi lain pihak Distributor PT,Dinar Santousa belum bisa dikonfirmasi dan belum memberikan klarifikasi, kelanjutan berita ini menunggu pihak -pihak, baik Pemerintah Daerah maupun pihak pelaku usaha.(Team).