Praktisi hukum : Dugaan negoisasi dibalik mutasi jabatan

JOMBANG metrosoerya – Praktisi hukum sekaligus pengamat kebijakan, Anang Hartoyo, SH MH, menyoroti tajam proses mutasi jabatan di RSUD Jombang. Menurutnya, mutasi tersebut sarat dengan kepentingan politik dan patut diduga ada unsur negosiasi di baliknya.
“Kenapa saya bisa mengatakan ada negosiasi? Karena jauh sebelum uji kompetensi (job fit) dilaksanakan, sudah beredar bocoran skema tentang siapa yang akan mengisi jabatan direktur RSUD dan dipindah ke mana. Bahkan sempat ada catatan ‘orangnya Bu Mundjidah’. Dan faktanya, ketika pelantikan berlangsung, data itu benar adanya,” ungkap Anang.
Ia pun mempertanyakan, apakah proses mutasi pejabat di Jombang benar-benar dilakukan secara profesional atau justru menyimpang dari aturan.
“Yang patut kita tanyakan sebenarnya, di Jombang ini mutasi jabatan atau mutilasi pejabat?” sindirnya.
Aspek Hukum Mutasi Jabatan
Menurut Anang, setiap kebijakan publik, termasuk mutasi jabatan, harus berlandaskan hukum dan mengedepankan prinsip profesionalitas serta kepentingan masyarakat. Jika mutasi dilakukan atas dasar kepentingan tertentu, apalagi disertai negosiasi atau barter jabatan, maka hal itu berpotensi melanggar aturan perundang-undangan.
Dalam hal ini, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) menegaskan bahwa pengisian jabatan harus dilakukan secara objektif, transparan, dan berdasarkan merit system, bukan karena kepentingan politik.
Pasal 2 huruf f UU ASN menyebutkan bahwa salah satu asas penyelenggaraan kebijakan dan manajemen ASN adalah “profesionalitas”.
Sementara Pasal 73 ayat (2) UU ASN mengatur bahwa mutasi hanya dapat dilakukan untuk kepentingan organisasi dan pelayanan publik, bukan untuk kepentingan kelompok atau individu tertentu.
Jika ada praktik negosiasi dalam mutasi jabatan, maka bisa dikategorikan sebagai bentuk penyalahgunaan kewenangan, yang berpotensi masuk ranah pidana korupsi. Hal ini sesuai dengan Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang menyebutkan:
“Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan, dipidana penjara paling lama 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.”
Tuntutan Transparansi
Anang menegaskan, dugaan praktik negosiasi dalam mutasi jabatan di RSUD Jombang harus menjadi perhatian serius aparat penegak hukum maupun publik.
“Mutasi seharusnya memperkuat kinerja pelayanan kesehatan, bukan dijadikan alat transaksi politik. Kalau dibiarkan, ini justru merusak tata kelola pemerintahan dan mengkhianati hak masyarakat atas pelayanan publik yang baik,” tegasnya.
Ia pun mendesak agar mekanisme mutasi di lingkungan Pemkab Jombang diaudit secara transparan, sehingga jelas apakah sudah sesuai aturan atau justru menyimpang. (Pul)