Trijanto Menggugat Negara, Jangan Kalah dari Mafia Tanah! AMPERA Blitar Desak Reforma Agraria Segera Direalisasikan
Metrosoerya.com||BLITAR – Suara rakyat kembali menggema di depan Kantor Pemerintah Kabupaten Blitar, Rabu (29/10/2025). Ratusan warga yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Pendukung Reforma Agraria (AMPERA) turun ke jalan menuntut keadilan agraria yang tak kunjung tuntas di Desa Modangan, Kecamatan Nglegok.
Aksi tersebut menyoroti konflik lahan antara PT Rotorejo Kruwuk dan PT Veteran Sri Dewi, yang hingga kini tak kunjung rampung meski telah ada SK resmi Kepala Kanwil BPN Jawa Timur Nomor 233/SK-35.NP.02.03/XII/2021.
Dari total 138 hektar tanah yang menjadi objek reforma agraria, 30 hektar di antaranya hingga kini belum juga diredistribusi kepada rakyat. Sementara itu, PT Rotorejo Kruwuk disebut telah menyerahkan 130 hektar, namun rakyat belum menikmati hasilnya karena proses hukum dan administratif terkatung di meja birokrasi.
Sorotan keras datang dari kuasa hukum AMPERA, Mohammad Trijanto, S.H., M.M., M.H., C.Me., Sp.Ptn., CPLA., pendiri Revolutionary Law Firm, yang menyebut situasi ini sebagai bukti lemahnya negara dalam menghadapi mafia tanah.
> “Reforma agraria bukan slogan politik, melainkan amanat konstitusi. Kalau negara tak bisa menegakkan keputusannya sendiri, itu bukan sekadar kelalaian, tapi kemunduran moral pemerintahan. Negara tidak boleh kalah dari mafia tanah,” tegas Trijanto dengan nada tinggi di hadapan massa aksi.
Trijanto menyebut, kondisi ini jelas bertentangan dengan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dan UUPA Nomor 5 Tahun 1960, yang menegaskan bahwa tanah harus digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, bukan untuk segelintir penguasa atau jaringan rente.
Ia juga mengingatkan agar proses redistribusi tanah dilakukan tanpa pungli, tanpa KKN, dan transparan.
> “Program reforma agraria itu didanai oleh APBN dan APBD. Jadi jangan ada pungutan apapun kepada masyarakat. Semua harus gratis, karena ini hak rakyat,” ujarnya.
Lebih jauh, Trijanto mendesak Kepala ATR/BPN Blitar agar segera menerbitkan rekomendasi pembaharuan HGU di kawasan PT Veteran Sri Dewi dan memastikan hak rakyat tidak lagi ditunda.
> “Rakyat sudah terlalu lama menunggu. Jangan biarkan mereka terus hidup di tanah yang seharusnya milik mereka sendiri,” tandasnya.
Menurutnya, mafia tanah merupakan musuh utama percepatan reforma agraria nasional, karena mereka memelihara konflik dan menguasai aset negara tanpa membayar kewajiban pajak dan retribusi.
Sebagai langkah hukum tegas, Revolutionary Law Firm bersama AMPERA Blitar telah melaporkan jaringan mafia tanah ke Polda Jawa Timur, dengan tembusan ke KPK, Kejaksaan Agung, PPATK, dan Ditjen Pajak.
Aksi damai tersebut menghasilkan empat tuntutan pokok, yaitu
1. Eksekusi redistribusi tanah di Perkebunan Kruwuk dan Veteran Sri Dewi tanpa KKN.
2. Penerbitan HGU baru bagi PT Rotorejo Kruwuk untuk lahan clear and clean.
3. Operasi hukum terpadu untuk membasmi mafia tanah.
4. Edukasi hukum bagi masyarakat penerima redistribusi tanah.
Bupati Blitar Rijanto mengaku akan menurunkan tim verifikasi lapangan minggu depan. Namun Trijanto menegaskan, rakyat tidak butuh janji,rakyat butuh bukti.
> “Kami hargai niat baik Bupati Rijanto. Tapi sejarah tidak mencatat niat, sejarah mencatat tindakan. Ini saatnya pemerintah membuktikan berpihak kepada rakyat, bukan kepada mafia,” pungkas Trijanto.(Via)
