Jaminan Kesehatan di Kabupaten Blora Setengah Hati, Salah Siapa?
Blora – Kebijakan Pemerintah Kabupaten Blora Provinsi Jawa Tengah terkait kebijakan Perlindungan Jaminan Sosial Kesehatan dinilai masih setengah hati melindungi hak konstitusi rakyat miskin.
Informasi dihimpun media ini, salah satu warga Kelurahan Karangboyo, Kecamatan Cepu sebut saja Suprihatin (42) saat dihubungi Wartawan mengaku telah berupaya mendatangi kantor Kelurahan Karangboyo dan Puskesmas Ngroto mencoba mengurus keaktifan kembali kartu kepesertaan BPJS Kesehatan nya melalui program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada awal bulan November 2025.
Bersama sang suami, Suprihatin yang akrab disapa Atin ini menjelaskan, sekitar bulan Agustus 2025 dirinya mengaku mulai merasakan adanya benjolan-benjolan kecil pada lehernya.
“Benjolan di leher ini tak hanya satu tapi ada beberapa. Saat berobat ke Puskesmas, petugas puskesmas dan dokter menyarankan agar saya mendaftar menjadi peserta BPJS Kesehatan mandiri. Tujuannya agar kartu segera aktif kembali dan dapat dipergunakan berobat ke Rumah Sakit Lanjutan,” jelasnya, di Kecamatan Cepu (4/12).
Lebih dalam dikatakan, sekira sebulan yang lalu ia mencoba melakukan pendaftaran BPJS Kesehatan mandiri melalui Pelayanan Administrasi Melalui WhatsApp (PANDAWA) di nomor 0811-8165-165 layanan BPJS Kesehatan.
Diketahui, keterangan tertulis pada informasi layanan pandawa, Kartu JKN miliknya dinyatakan non aktif terdaftar pada jenis peserta PBI JK (Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan), status peserta Tidak aktif – Tidak ditanggung.
Disebutkan dalam layanan Pandawa, Syarat mendaftar BPJS Kesehatan baru peserta wajib mempersiapkan dokumen seperti NIK KTP, nomor Kartu Keluarga (KK), nomor telepon aktif, alamat domisili, dan nomor rekening bank yang aktif. Selain itu juga memerlukan foto/pindai (scan) e-KTP dan buku tabungan, serta dokumen tambahan sesuai kategori pendaftaran.
“Bagaimana saya harus mendaftar, sedangkan saya dan suami bukan pekerja yang berpenghasilan tetap. Rumah yang sekarang saya tempati milik orang tua. Saya sendiri bekerja jualan jajanan anak-anak, penghasilan jauh di bawah layak. Suami dagang kopi lesehan dan penghasilan untuk kebutuhan makan dan kebutuhan yang lain tidak mencukupi,” ucapnya.
Alasan mengapa dirinya tidak lanjut mendaftar BPJS mandiri adalah penghasilan yang tidak menentu dan tidak memiliki rekening bank.
Tak berhenti disitu, Atin mencoba mendaftar melalui kantor Kelurahan Karangboyo dan Puskemas Ngroto bentuk hak warga kepada negara.
Dihubungi Wartawan salah satu staf Kantor Kelurahan Karangboyo menyampaikan, pengajuan pengaktifan kembali status JKN warga Kelurahan Karangboyo diwajibkan agar terdaftar terlebih dahulu pada DTSEN atau Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional yakni sistem basis data baru yang menggantikan DTKS (Data Terpadu Kesejahteraan Sosial) dan digunakan sebagai acuan pemerintah untuk penyaluran bantuan sosial (bansos).
Tujuannya adalah memastikan penyaluran bantuan sosial menjadi lebih tepat sasaran dan efisien serta mengumpulkan dan mengintegrasikan data sosial ekonomi individu dan keluarga dari berbagai sumber untuk membuat data yang lebih akurat.
“Mohon maaf, data yang bersangkutan akan kami ajukan terlebih dahulu melalui Dinas Sosial Kabupaten Blora. Jika data masuk kategori DTSEN maka bisa dicek status peserta BPJS Kesehatan nya tiga bulan kemudian,” sebut staf Kelurahan Karangboyo kepada Wartawan pada awal bulan November 2025.
Beda Kelurahan, beda jawaban dari Puskesmas Ngroto. Dikatakan salah satu petugas Puskesmas bahwa Atin disarankan untuk mendaftar sebagai peserta mandiri BPJS Kesehatan. “Apabila nanti data kependudukan nya sudah di acc dan diterima Dinas Sosial Kabupaten Blora, maka status JKN Mandiri akan diajukan perubahan menjadi status peserta PBI JK,” jawab salah satu petugas Puskesmas kepada Wartawan.
Dihubungi terpisah mengenai hal ini, Kepala Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos P3A) Blora, Luluk Kusuma Agung Ariadi merespon akan membantu menindaklanjutinya. “Siap kami tindaklanjuti usulkan aktifasi BPJS,” tegasnya.
Disinggung apakah kepesertaan JKN yang bersangkutan warga Kelurahan Karangboyo bisa dilakukan pengaktifan kembali, Luluk menuliskan bahwa Kabupaten Blora saat ini belum masuk kategori wilayah Universal Health Coverage (UHC) atau Jaminan Kesehatan Semesta. “Blora belum UHC jadi tidak bisa langsung aktif. Untuk cek bisa dilakukan setiap awal bulan,” jawabnya singkat.
Diminta respons atas status Kabupaten Blora yang pernah menerima penghargaan UHC dan keberlanjutan kebijakan Pemerintah pada masyarakat miskin di Kabupaten Blora, Arief Supriyono, ST. SH. SE. MM. Ketua BPJS Watch mengutarakan, kepesertaan BPJS di Blora turun drastis, mengindikasikan sekian persen masyarakat Blora tidak lagi memiliki jaminan kesehatan aktif.
Penyebab dan Tindak Lanjut Penurunan ini disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah masalah kevalidan dan sinkronisasi data kepesertaan jaminan kesehatan, yang mengakibatkan banyak masyarakat miskin berpotensi tidak terdata atau kehilangan haknya.
Arif mengkritisi bahwa Pemerintah Kabupaten Blora dan BPJS Kesehatan seharusnya berpihak kepada rakyat untuk meningkatkan kembali keaktifan kepesertaan JKN dan memastikan data yang digunakan valid untuk mencapai UHC yang nyata dan berkelanjutan.
“Jaminan kesehatan merupakan hak dasar rakyat yang harus dijamin negara. Jika rakyat miskin tidak dijamin kesehatannya, mereka bisa semakin miskin saat jatuh sakit. Ini soal keadilan sosial dan masa depan bangsa,” ujarnya.
Ia juga mengajak warga dari keluarga mampu untuk mengikuti program JKN secara mandiri, karena program JKN berjalan atas dasar gotong royong.
“Jika mengandalkan penerima bantuan iuran (PBI) semua, tentunya tidak akan cukup. Yang mampu harus ikut iuran mandiri agar sistem tetap berjalan dan yang lemah tetap terlindungi,” ujarnya.
Arif mengaku prihatin atas merosotnya kepesertaan aktif BPJS Kesehatan di Kabupaten Blora, “Artinya, sekitar sekian persen warga Blora saat ini tidak terlindungi BPJS. Kalau mereka sakit, harus bayar sendiri pengobatannya. Ini sangat memprihatinkan,” ungkapnya.
Penting diketahui, mutlak menjadi kewenangan Pemerintah yang telah tertuang dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 membuktikan, dasar hak konstitusional warga negara atas Jaminan sosial tertuang dalam Pasal 28H ayat (3) UUD1945: “Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.”
Pasal 34 ayat (2) UUD 1945: “Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.”
Dasar kewajiban konstitusional penyelenggara negara untuk memenuhi hak warga negara atas jaminan sosial: Pasal 28I ayat (4) UUD 1945: “Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.”
Lebih dipertegas dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang dituangkan dalam UU No. 40 Tahun 2004 (UU SJSN) bertujuan untuk melaksanakan amanat Pasal 28 H ayat (3) dan Pasal 34 ayat (2) UUD Negara Kesatuan RI.
SJSN, sebagaimana ditetapkan dalam penjelasan UU SJSN, adalah program Negara yang bertujuan memberikan kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Melalui program ini, setiap penduduk diharapkan dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang layak apabila terjadi hal-hal yang dapat mengakibatkan hilang atau berkurangnya pendapatan karena menderita sakit, mengalami kecelakaan, kehilangan pekerjaan, memasuki usia lanjut atau pensiun.
Kasus yang dialami warga Kabupaten Blora ini kata Budi Santoso, Ketua Aliansi Peduli Jaminan Kesehatan Nasional menyebutkan, seharusnya negara hadir memberikan jaminan kesehatan dalam bentuk perlindungan secara maksimal.
Dia tegaskan, apabila masyarakat belum terdaftar dalam asuransi kesehatan swasta maupun program jaminan kesehatan yang diselenggarakan oleh penyelenggara negara maka kebijakan pemerintah kota/kabupaten harus dipertegas dan “Pro Rakyat”, tanpa harus “mengorbankan” masyarakatnya dengan membayar sendiri biaya rumah sakit.
“Dulu ada yang namanya Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) atau Surat Keterangan Miskin (SKM). Jelas-jelas konstistusi menyebutkan bahwa warga atau penduduk yang masuk dalam kategori miskin atau belum beruntung, korelasinya adalah hadirnya pemerintah atau negara mengulurkan tangan membantu secara maksimal,” papar Budi.
Menurutnya, kebijakan Pemerintah Kabupaten Blora masih setengah hati melindungi warganya. Dari sekian persen jumlah penduduk Kabupaten Blora tentu merasakan dampak kebijakan yang ia sinyalir terlalu banyak proses kepengurusan yang mengular dan belum sigap.
“Jangan menunggu masalah ini membesar. Jangan biarkan masyarakat menunggu sampai 3 bulan. Iya kalau 3 bulan menunggu di acc terus bisa aktif kartu BPJSnya. Pertanyaannya bagaimana jika sudah menunggu 3 bulan tapi tetap tidak aktif, lalu ini salah siapa?, pungkas Budi dengan nada meninggi.
