Penjelasan Terkait MoU Kabareskrim dan Dewan Pers: Perlindungan Hak Wartawan
BOJONEGORO – Penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara Dewan Pers dan Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri) pada Kamis (10/11) menjadi tonggak penting dalam perlindungan kemerdekaan pers dan penegakan hukum dalam konteks penyalahgunaan profesi wartawan. Namun, di balik niat baik tersebut, ada berbagai pandangan kritis mengenai bagaimana implementasi MoU ini akan memengaruhi hak-hak wartawan.
MoU, yang tercantum dalam surat Nomor 03/DP/MoU/III/2022 dan Nomor NK/4/III/2022, bertujuan untuk mengurangi kriminalisasi terhadap karya jurnalistik. Kesepakatan ini mengatur bahwa laporan masyarakat terkait pemberitaan harus dikoordinasikan dengan Dewan Pers untuk menentukan apakah laporan tersebut merupakan karya jurnalistik atau bukan.
Penandatanganan MoU dilakukan oleh Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan Dewan Pers, Arif Zulkifli, dan Kepala Badan Reserse dan Kriminal (Kabareskrim) Mabes Polri, Komjen Agus Andrianto SH MH, di Mabes Polri, Jakarta Selatan. Kabareskrim Agus Andrianto mengungkapkan dukungan penuh terhadap kerja sama ini dan menjanjikan sosialisasi kesepakatan ini ke seluruh jajaran Polri.
Namun, Yudianto, Kabiro Metrosurya Bojonegoro, memberikan pandangan kritis mengenai MoU ini. Menurutnya, meskipun MoU ini bertujuan untuk melindungi kebebasan pers, terdapat kekhawatiran tentang bagaimana implementasinya dapat berdampak pada hak-hak wartawan dan potensi kriminalisasi.
“Kerja sama ini memang bertujuan baik, namun keberhasilan implementasinya harus dilihat dari praktik di lapangan,” ujar Yudianto.
Ia menekankan bahwa sosialisasi yang dijanjikan harus benar-benar efektif.
“Sosialisasi ke seluruh jajaran Polri adalah langkah yang baik, tetapi harus memastikan bahwa setiap anggota Polri memahami dan mematuhi kesepakatan ini. Jangan sampai ada interpretasi yang salah atau pelaksanaan yang tidak konsisten,” tambahnya.
Yudianto juga mengkritisi mekanisme yang diatur dalam MoU terkait koordinasi antara Polri dan Dewan Pers untuk menentukan apakah laporan termasuk karya jurnalistik atau bukan.
“Sementara koordinasi ini merupakan langkah positif, kita harus memastikan bahwa proses ini tidak digunakan untuk menghambat atau menekan jurnalis. Koordinasi ini harus dilakukan dengan prinsip transparansi dan tanpa mengurangi hak-hak jurnalis,” tegasnya.
Lebih jauh, Yudianto menyoroti pentingnya perlindungan terhadap hak jawab dan hak koreksi.
“Jika laporan masyarakat yang masuk adalah karya jurnalistik, penyelesaiannya harus dilakukan melalui mekanisme hak jawab dan hak koreksi, serta diserahkan kepada Dewan Pers. Ini penting untuk memastikan bahwa sengketa jurnalistik diselesaikan sesuai dengan UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik (KEJ),” ujarnya.
Namun, ada kekhawatiran bahwa pengaturan dalam MoU ini dapat membuka celah bagi penyalahgunaan kekuasaan.
“Kita harus waspada terhadap potensi penyalahgunaan kekuasaan dalam pengelolaan kasus-kasus jurnalistik. MoU ini harus memastikan bahwa proses hukum tidak digunakan untuk menekan atau mengintimidasi wartawan,” kata Yudianto.
Yudianto juga mengingatkan bahwa penegakan hukum terhadap penyalahgunaan profesi wartawan harus dilakukan dengan hati-hati.
“Jika laporan masyarakat dikategorikan sebagai penyalahgunaan profesi di luar UU Pers dan KEJ, maka proses hukum harus dilakukan dengan transparansi dan akuntabilitas. Jurnalis harus dilindungi dari tindakan hukum yang tidak adil,” tambahnya.
Penandatanganan MoU ini diharapkan dapat memperbaiki hubungan antara Dewan Pers dan Polri dalam menangani kasus-kasus yang melibatkan wartawan. Namun, Yudianto menegaskan bahwa perlindungan hak-hak wartawan harus tetap menjadi prioritas utama dalam implementasi MoU ini.
“Kita harus memastikan bahwa perlindungan kebebasan pers tetap terjaga dan tidak terjadi pelanggaran hak-hak jurnalis. MoU ini harus diimplementasikan dengan prinsip keadilan dan transparansi agar tidak mengorbankan kebebasan pers,” pungkasnya.
Dengan adanya MoU ini, diharapkan bahwa wartawan dapat menjalankan tugasnya dengan lebih aman dan fokus, tanpa perlu khawatir menghadapi tindakan hukum yang tidak sesuai. Perlindungan terhadap kebebasan pers dan hak-hak jurnalis adalah kunci untuk menjaga kualitas dan integritas berita yang disajikan kepada public.