Eksekusi Rumah Sewa Picu Sengketa Hukum, Penyewa Tempuh Jalur Pengadilan

SURABAYA||Metrosoerya.com.– Sengketa eksekusi rumah kontrakan di Citraland kelurahan Jeruk Kecamatan Lakarsantri Surabaya kembali mencuat ke permukaan di Kota Pahlawan. Hendra Kurniawan, seorang penyewa rumah, melalui kuasa hukumnya Cristian T.A. Hasiholan, S.H., M.H., melayangkan protes keras atas eksekusi pengosongan rumah yang masih sah secara kontrak hingga nyaris tiga tahun ke depan.
“Kami sudah memohon penghentian sementara kepada Pengadilan Negeri Surabaya, karena berdasarkan Pasal 1576 KUHPerdata, perpindahan kepemilikan tidak otomatis menghapus hak penyewa,” tegas Hendra dalam pernyataannya, Rabu (17/4).
Kuasa hukum Hendra menjelaskan bahwa rumah yang dikontrak kliennya sejak Februari 2023 ternyata sudah diagunkan sejak tahun 2019. Hal ini baru diketahui setelah muncul proses eksekusi, padahal pembayaran kontrak telah dilakukan lunas di awal.
“Pemilik rumah sebelumnya tidak menyampaikan bahwa rumah ini dalam tanggungan kredit. Kalau dari awal tahu status rumah seperti itu, klien kami tidak akan menyewa. Kerugiannya sangat besar, karena total nilai sewa mencapai Rp625 juta untuk lima tahun,” jelas Cristian.
Sementara itu, kuasa hukum dari pihak pemenang lelang, Yakobus SH M.Hum, menegaskan bahwa pelaksanaan eksekusi sudah dilakukan berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku, termasuk dua kali penolakan atas gugatan perlawanan yang diajukan pihak penyewa.
“Pelaksanaan eksekusi sudah sah dan sesuai penetapan. Kalau memang ada indikasi penipuan oleh pemilik rumah sebelumnya, silakan ditempuh lewat jalur pidana. Tapi eksekusi tetap jalan karena telah memiliki kekuatan hukum tetap,” ujarnya.
Pihaknya juga menyebut bahwa tanggung jawab terhadap ketidaktahuan penyewa atas status hukum rumah berada pada penyewa itu sendiri.
“Kalau rumah dalam agunan, biasanya sertifikat tidak bisa dialihkan, apalagi disewakan. Maka dari itu, kami sarankan penyewa melaporkan ke polisi jika merasa dirugikan,” imbuh Yakopbus.
Cristian menyayangkan langkah eksekusi yang dilakukan tanpa membuka ruang kompromi. Menurutnya, kliennya merupakan penyewa beritikad baik dan telah membayar penuh kontrak di awal.
“Kami akan terus memperjuangkan hak klien kami. Ini bukan sekadar masalah rumah, tapi prinsip keadilan bagi penyewa yang beritikad baik.
Semestinya ruang kompromi tetap dibuka sebelum langkah eksekusi dijalankan,” pungkasnya.
Sengketa ini menunjukkan kompleksitas persoalan hukum dalam transaksi properti, terlebih ketika aset yang disewakan ternyata tengah berada dalam status agunan bank. Upaya hukum akan terus dilanjutkan oleh pihak penyewa, yang merasa sangat dirugikan secara materiil maupun moral.
Penulis : Arifin
Editor : Redaksi