Juli 1, 2025

Metrosoerya.com

Berani, Tegas & Tajam

ADVOKAT NASIONAL asal Malang, Dwi Indro Tito Cahyono, S.H., M.M., resmi menerima gelar kebangsawanan Kanjeng Raden Arya (KRA)

Spread the love

SURAKARTA.metrosoerya.com,–Dalam prosesi kekancingan (kenaikan gelar) yang digelar secara khidmat oleh Keraton Surakarta Hadiningrat, Sabtu (14/6/2025).

Pengukuhan ini bukan hanya bentuk kehormatan simbolik, melainkan pengakuan atas peran aktifnya dalam pelestarian budaya Jawa.

Kenaikan gelar ini menandai peningkatan status dari sebelumnya Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) menjadi KRA, dua tingkat lebih tinggi dalam struktur kebangsawanan keraton. Proses pelantikan berlangsung di ruang Kasentanan, tempat khusus bagi para Sentono atau pembesar keraton.

Dalam pelantikan tersebut, Sam Tito menjadi satu dari 26 tokoh yang dikukuhkan dalam kategori Sentono, yang dianggap sebagai kalangan elit budaya di bawah naungan Lembaga Dewan Adat Keraton Surakarta Hadiningrat.

“Gelar ini bukan sekadar lambang kebangsawanan, tapi juga tanggung jawab untuk terus menguri-uri budaya Jawa. Saya berharap generasi muda tidak hanya bangga, tapi juga ikut mempelajari dan menjaga warisan budaya ini,” ujar Sam Tito dihadapan awak media usai pelantikan.

Menurut penjelasan KRA M. Nuh Rekso Pradotonagoro, S.H., M.H., abdi dalem sekaligus tokoh adat Keraton, gelar Sentono memiliki posisi strategis dan tidak diberikan secara sembarangan. Dalam struktur adat, Sentono adalah pembesar budaya, setara dengan perwira tinggi yang bertanggung jawab menjaga kehormatan dan kelangsungan nilai-nilai keraton.
“Sentono itu kasta tertinggi di luar trah darah biru. Gelarnya dimulai dari Kanjeng Raden Arya (KRA) hingga Kanjeng Pangeran (KP). Gelar ini diberikan kepada tokoh-tokoh yang terbukti berjasa dan berdedikasi tinggi terhadap pelestarian budaya,” jelasnya.

Gelar tersebut diberikan secara resmi oleh Hangabehi, putra laki-laki tertua Sinuhun Paku Buwono XIII yang saat ini bertahta, dan disahkan oleh Lembaga Dewan Adat Keraton Surakarta, lembaga berbadan hukum yang diakui oleh Kementerian Hukum dan HAM RI. Sertifikat atau ijazah gelar diterbitkan langsung oleh lembaga tersebut, yang dipimpin oleh Gusti Kanjeng Ratu D.R.A. Kusmurtiawan Sari, M.Pd.
Prosesi pelantikan dibagi menjadi dua kategori: pertama, Abdi Dalem yang diikuti sekitar 275 peserta dan dilangsungkan di Bangsal Semorokoto. Kedua, kategori Sentono yang digelar secara lebih tertutup dan sakral di ruang Kasentanan, khusus untuk tokoh-tokoh pengageng seperti Sam Tito.

 

Kanjeng Raden Arya Dwi Indro Tito Pradotonagoro Resmi Dikukuhkan, Bukti Pengakuan Atas Dedikasi Lestarikan Budaya Jawa

Dwi Indro Tito Cahyono, S.H., M.M., (dua dari kiri) resmi menerima gelar kebangsawanan Kanjeng Raden Arya (KRA) dalam prosesi kekancingan yang digelar oleh Keraton Surakarta Hadiningrat (foto istimewa).
Advokat nasional asal Malang, Dwi Indro Tito Cahyono, S.H., M.M., resmi menerima gelar kebangsawanan Kanjeng Raden Arya (KRA) dalam prosesi kekancingan (kenaikan gelar) yang digelar secara khidmat oleh Keraton Surakarta Hadiningrat, Sabtu (14/6/2025).

Pengukuhan ini bukan hanya bentuk kehormatan simbolik, melainkan pengakuan atas peran aktifnya dalam pelestarian budaya Jawa.

Kenaikan gelar ini menandai peningkatan status dari sebelumnya Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) menjadi KRA, dua tingkat lebih tinggi dalam struktur kebangsawanan keraton. Proses pelantikan berlangsung di ruang Kasentanan, tempat khusus bagi para Sentono atau pembesar keraton.

Dalam pelantikan tersebut, Sam Tito menjadi satu dari 26 tokoh yang dikukuhkan dalam kategori Sentono, yang dianggap sebagai kalangan elit budaya di bawah naungan Lembaga Dewan Adat Keraton Surakarta Hadiningrat.

“Gelar ini bukan sekadar lambang kebangsawanan, tapi juga tanggung jawab untuk terus menguri-uri budaya Jawa. Saya berharap generasi muda tidak hanya bangga, tapi juga ikut mempelajari dan menjaga warisan budaya ini,” ujar Sam Tito dihadapan awak media usai pelantikan.

Menurut penjelasan KRA M. Nuh Rekso Pradotonagoro, S.H., M.H., abdi dalem sekaligus tokoh adat Keraton, gelar Sentono memiliki posisi strategis dan tidak diberikan secara sembarangan. Dalam struktur adat, Sentono adalah pembesar budaya, setara dengan perwira tinggi yang bertanggung jawab menjaga kehormatan dan kelangsungan nilai-nilai keraton.

“Sentono itu kasta tertinggi di luar trah darah biru. Gelarnya dimulai dari Kanjeng Raden Arya (KRA) hingga Kanjeng Pangeran (KP). Gelar ini diberikan kepada tokoh-tokoh yang terbukti berjasa dan berdedikasi tinggi terhadap pelestarian budaya,” jelasnya.

Sam Tito bersama para Sentono usai dilantik di Keraton Surakarta Hadiningrat (foto istimewa).
Gelar tersebut diberikan secara resmi oleh Hangabehi, putra laki-laki tertua Sinuhun Paku Buwono XIII yang saat ini bertahta, dan disahkan oleh Lembaga Dewan Adat Keraton Surakarta, lembaga berbadan hukum yang diakui oleh Kementerian Hukum dan HAM RI. Sertifikat atau ijazah gelar diterbitkan langsung oleh lembaga tersebut, yang dipimpin oleh Gusti Kanjeng Ratu D.R.A. Kusmurtiawan Sari, M.Pd.

Prosesi pelantikan dibagi menjadi dua kategori: pertama, Abdi Dalem yang diikuti sekitar 275 peserta dan dilangsungkan di Bangsal Semorokoto. Kedua, kategori Sentono yang digelar secara lebih tertutup dan sakral di ruang Kasentanan, khusus untuk tokoh-tokoh pengageng seperti Sam Tito.

Sebagai Ketua DPC Asosiasi Advokat Indonesia (AAI) Malang Raya sekaligus Presiden Direktur Kantor Hukum Yustitia Indonesia, Sam Tito telah dikenal luas atas perannya dalam advokasi sosial dan penguatan hukum berbasis budaya. Dengan gelar Kanjeng Raden Arya yang kini disandangnya, ia diharapkan menjadi jembatan antara modernitas dan tradisi.

“Gelar ini menyatukan kehormatan dan tanggung jawab. Semoga bisa menjadi motivasi, tidak hanya bagi saya pribadi, tapi juga bagi firma hukum di Indonesia agar lebih profesional dan berakar pada nilai budaya,” pungkas Sam Tito.

Pengukuhan ini menegaskan bahwa pelestarian budaya tidak hanya menjadi tanggung jawab kalangan keraton atau akademisi, tetapi juga para profesional modern yang memiliki kepedulian terhadap jati diri bangsa.

Sam Tito kini tidak hanya menjadi tokoh hukum, tetapi juga simbol sinergi antara hukum dan budaya dalam kerangka Indonesia yang berkarakter.( van )

About The Author

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *