Belajar Digitalisasi Desa, Dari Desa Grogol Kecamatan Sawoo

Ponorogo||Metrosoerya.com.- Mahasiswa Program Studi Administrasi Publik melakukan kunjungan lapangan ke Desa Grogol, Kecamatan Sawoo, Kabupaten Ponorogo. Kunjungan ini membuka wawasan baru tentang bagaimana sebuah desa yang berada jauh dari pusat kota mampu menjadi pelopor transformasi digital berbasis inisiatif lokal dan keberanian kepemimpinan, Senin (23/6/2025).
Kepala Desa Sawoo Jalu Prasetyo dan ketua tim kreatif memaparkan Digitalisasi di Desa Grogol dimulai sejak Tahun 2020.
“Digitalisasi di Desa Grogol dimulai sejak tahun 2020. Langkah ini tidak datang dari program pemerintah pusat atau hibah proyek instansi luar. Pada awalnya, inisiatif ini sempat memicu pro dan kontra di masyarakat. Namun dengan semangat gotong royong dan pendekatan yang tepat, satu per satu warga mulai menerima perubahan.” Katanya.
“Digitalisasi itu bukan tentang seberapa canggih alatnya, tapi soal kemauan untuk berubah dan membangun,” ujar Jalu di hadapan mahasiswa saat sesi dialog terbuka.
Presentasi kunjungan dibuka oleh Pandu, ketua tim kreatif desa, yang menjelaskan bahwa transformasi digital ini tidak berjalan tanpa arah. Sejak awal, Desa Grogol telah menyusun master plan digital desa, yaitu perencanaan terpadu yang mencakup sistem pengelolaan data, pelayanan publik, pengembangan ekonomi, hingga promosi potensi desa. Semua dirancang agar terintegrasi dalam satu sistem digital yang mudah diakses dan berkelanjutan.
Proses pendataan desa dilakukan secara sistematis melalui kolaborasi dengan BPS, KPU, dan pendataan manual oleh perangkat desa. Informasi yang terkumpul kemudian dihimpun ke dalam sistem informasi desa digital. Grogol pun diklasifikasikan sebagai desa digital jenis “Metropolis”, yaitu desa yang memiliki sistem data terintegrasi dan layanan publik berbasis teknologi.
“Salah satu contoh sukses digitalisasi yang paling berdampak adalah di sektor pasar desa. Dulu, pasar desa menjadi tempat yang rawan pungli dan pelanggaran tata kelola. Kini, pengelolaannya dilakukan secara digital dan transparan. Melalui pendekatan persuasif kepada para pedagang melalui asosiasi pelapak, sistem retribusi pasar diterapkan dengan adil. Biaya sewa tahunan lapak ditetapkan sebesar Rp600.000 per lapak. Pendapatan dari retribusi ini masuk ke dalam kas desa sebagai Pendapatan Asli Desa (PAD). Data retribusi dan sewa lapak tercatat rapi, dan bisa dipantau secara daring melalui website resmi desa di alamat https://grogol-sawoo.desa.id/spd.” Jelas Pandu.
Menurut penjelasan Kepala Desa Jalu Prasetyo, “Tidak hanya pasar, pelayanan administrasi seperti pembuatan surat keterangan kini juga dilengkapi mesin anjungan mandiri di kantor desa. Warga dapat mencetak surat sendiri tanpa perlu antri di meja pelayanan.”
“Selain itu, Desa Grogol sedang menyiapkan layanan “tanya dokter”, yang mengadopsi sistem konsultasi daring seperti HaloDoc. Saat ini dokter sudah tersedia dan sistem sedang dalam tahap pengembangan.” Paparnya.
Transformasi ini tidak hanya ditopang oleh kebijakan kepala desa, tetapi juga oleh keterlibatan generasi muda. Terbentuk tim kreatif yang diketuai oleh Pandu, seorang pemuda lokal yang memiliki semangat membangun desanya dengan teknologi. Tim ini berperan dalam mengembangkan konten, mengelola media sosial desa, dan menyukseskan program tahunan Selan Agung, yaitu event budaya dan ekonomi desa Grogol yang kini menjadi bagian dari agenda resmi kabupaten. Berkat sentuhan kreatif mereka, promosi produk UMKM desa meningkat, tidak hanya secara lisan tetapi juga melalui platform digital dan pelatihan literasi teknologi.
Kepala Desa Jalu Prasetyo menyampaikan bahwa semua ini berangkat dari keterpanggilan, bukan dari kelimpahan dana. “Di awal, kami pakai dana pribadi, jika menunggu anggaran turun, kami hanya akan jadi penonton, kami harus bergerak dulu, baru dipercaya” ujarnya.
Meskipun belum semuanya berjalan sempurna, seperti jaringan internet yang belum merata dan masih rendahnya tingkat literasi digital di kalangan warga, Desa Grogol membuktikan bahwa transformasi tidak harus.
Penulis : Nanang