Agustus 22, 2025

Metrosoerya.com

Berani, Tegas & Tajam

Beny Hendro Yulianto SH : Metode Job fit Meminimalisir ruang untuk jual beli jabatan, balas dendam dan intervensi kekuatan politik

Spread the love

Jombang , metrosoerya – Meski banyak memiliki kemiripan, ternyata Pemerintah Kabupaten Mojokerto lebih siap dalam menata sistem pemerintahan ketimbang Pemerintah Kabupaten Jombang. Hal yang paling mencolok adalah soal proses mutasi jabatan.

Praktisi hukum sekaligus pengamat publik, Beny Hendro Yulianto berpandangan,proses penyegaran jabatan atau rotasi jabatan di lingkup Pemerintah Kabupaten Mojokerto.

Ada beberapa tahapan yang dilakukan oleh Pemkab Mojokerto sebelum merotasi jabatan sejumlah Aparatur Sipil Negara (ASN), mulai dari digelarnya jobfit yang diikuti 30 pejabat pemkab di The Southern Hotel Surabaya pada Rabu (9/7/2025) hingga Kamis (10/7/2025) lalu.

Ada 5 panitia seleksi (pansel) yang ditunjuk dalam jobfit itu. Yakni ketua pansel dari Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Jawa Timur; sekretaris pansel dari Sekda Kabupaten Mojokerto; anggota dari Inspektorat Provinsi Jawa Timur; guru besar dari Universitas Islam Jember; dan guru besar dari Universitas Airlangga.

Metode seleksi jobfit ini memakai tes wawancaranya. Pertama terkait dengan visi-misi pejabat, legalitas, kemampuan problem solving, kapasitas pribadi masing-masing dipetakan oleh pansel. Termasuk kesehatan masing-masing pejabat.

Dalam metode wawancara ini ada dua penilaian. Pertama soal riwayat pekerjaan. Artinya, pejabat dievaluasi saat dia menjabat dahulu. Kemudian wawancara soal program dan problem solving.

Hasil penilaian dari pansel ini kemudian diserahkan kepada bupati Mojokerto. Selanjutnya diserahkan ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk ditindaklanjuti. setelah rampung mengadakan jobfit, baru melakukan rotasi jabatan sesuai dengan hasil jobfit yang telah digelar.

jobfit harus melalui proses sesuai peraturan perundangan-undangan. Termasuk pihak Pemkab meminta surat rekomendasi dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).

Jobfit ini disebutnya untuk penilaian kepada para pejabat. Hingga hasilnya akan muncul rekomendasi.

adanya jobfit ini bukan soal jabatan, namun akan diuji para pejabat ini mau bekerja untuk masyarakat Kabupaten Mojokerto apa tidak. Artinya, hasil dari jobfit ini akan mengetahui jabatan akan diisi sesuai kemampuan masing-masing, berdasar etos kerja.

dalam rotasi jabatan setelah jobfit tidak ada ruang untuk jual beli jabatan. Sebab, semua akan diisi berdasarkan kompetensi dan lulus uji.

Sangat Berbeda dengan Pemkab Jombang, mutasi jabatan justru memancing potensi polemik di tengah masyarakat. Yakni munculnya dugaan intervensi kekuatan politik hingga mutasi diduga dijadikan ajang balas dendam.

Opini masyarakat kian liar ketika Bupati Jombang, Warsubi tidak pernah membeber tahapan mutasi hingga arah yang kongkret dalam membangun sistem pemerintahan yang semakin lebih baik di Kota Santri.

Praktisi hukum sekaligus pengamat publik, Beny Hendro Yulianto berpandandangan, Pemkab Jombang semestinya bisa meniru proses mutasi jabatan jabatan yang dilakukan oleh Pemkab Mojokerto. Artinya, semua berjalan sesuai alur dan dibeber ke publik.

“Bisa lah, belajar dari Kabupaten Mojokerto khususnya soal tahapan itu terus dibuka ke publik agar tidak menimbulkan stigma negatif hingga fitnah,” kata pengacara muda yang akrab disapa Mas Beny itu, Selasa (19/8/2025).

Diakui olehnya, penataan sistem di Mojokerto disebutnya lebih siap ketimbang Jombang. Bahkan ketika ada oknum yang mencoba-coba menjadi calo jabatan pemerintah daerah gerak cepat hingga membuatnya tidak ada ruang praktik kotor jual beli jabatan.

Sebelumnya, praktisi hukum Syarahuddin juga menyoroti polemik mutasi jabatan di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jombang. Mutasi ini diduga kuat lebih didorong oleh kepentingan politik.

Menurut dia, tujuan mutasi jabatan seharusnya untuk meningkatkan kinerja pemerintah. Selain itu, mutasi harus fokus pada pelayanan publik.

“Sering kali ada kekhawatiran bahwa mutasi tersebut lebih didorong oleh kepentingan politik atau faktor personal tertentu,” ucapnya dalam pesan yang diterima Senin (18/8/2025).

Menurut praktisi hukum yang akrab disapa Bang Reza itu, beberapa isu sering muncul. Isu itu seperti kepentingan politik, transparansi, keadilan, dan reaksi masyarakat.

“Mutasi jabatan sering kali dipandang sebagai alat untuk memperkuat posisi politik kepala daerah. Ada tudingan bahwa mutasi ini tidak selalu didasarkan pada kinerja pegawai, tetapi lebih pada loyalitas politik,” ujar Bang Reza.

Contohnya, pegawai yang dianggap mendukung kepala daerah atau kelompok politik tertentu bisa mendapat posisi strategis. Sementara, mereka yang tak sejalan dipindah ke jabatan kurang penting.

Dia mengatakan, jika mutasi tanpa proses jelas atau dasar kuat, pegawai bisa merasa dirugikan. Transparansi sangat penting untuk menjaga kepercayaan publik.

“Proses mutasi yang tidak transparan dapat menimbulkan pertanyaan tentang keadilan,” bebernya.

Mutasi yang terlalu sering tanpa pertimbangan matang dapat memengaruhi stabilitas organisasi perangkat daerah (OPD). Pegawai yang sering dipindah bisa kehilangan motivasi.

“Hal ini bisa berdampak pada kualitas pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah daerah,” ungkapnya.

Bang Reza menambahkan, mutasi seharusnya tidak hanya mempertimbangkan loyalitas. Mutasi juga harus berdasarkan kemampuan dan kompetensi seseorang dalam posisi baru.

“Jika pegawai dipindah ke posisi yang tidak sesuai dengan keahlian atau tanpa persiapan yang memadai, hal ini bisa menghambat efektivitas kerja pemerintah,” jelas mantan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) ini.

Dia mengingatkan Bupati Jombang Warsubi agar memperhatikan proses mutasi secara transparan. Mutasi harus berdasarkan penilaian objektif terhadap kinerja pegawai.

“Bupati Warsubi perlu memberikan penjelasan yang rinci tentang alasan mutasi dan kriteria yang digunakan. Hal ini penting agar tidak ada asumsi negatif yang berkembang di masyarakat,” tandasnya.

Sementara itu, Warsubi mengklaim jika mutasi jabatan yang ia lakukan ini murni berdasarkan evaluasi kinerja dan disebutnya sesuai aturan. Namun, ia tak membeber secara rinci soal sistem penilaian berbasis kinerja yang telah dilakukan sebelum kebijakan mutasi.

Data yang berhasil dihimpun, Pemkab Jombang berencana mengajukan mengajukan mutasi ke Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) pada 22 Agustus 2025 ini.

“Jadi, mutasi dilakukan dalam rangka penyegaran untuk meningkatkan kinerja agar pemerintah dapat menjalankan kinerja sebaik-baiknya. Insyaallah tanggal 22 Agustus nanti kita lakukan,” kata Warsubi, Senin (11/8/2025) lalu.

Sebelumnya sejumlah pejabat pemkab juga dipanggil ke kediaman pribadi Warsubi di Mojokrapak yang diklaim untuk menyelaraskan program kerja dengan visi dan misi bupati. (Pul)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!