Sidoarjo – Metrosoerya.com
Wakil Bupati Sidoarjo, Hj. Mimik Idayana menyoroti pelantikan dan mutasi sejumlah pejabat di lingkungan Pemkab Sidoarjo yang dinilainya tidak sesuai aturan. Menurutnya, proses tersebut cacat prosedural, cacat hukum dan sarat kepentingan politik kekuasaan. Rabu sore. (17/9/2025)
Mimik menegaskan bahwa manajemen ASN seharusnya berpedoman pada sistem merit, yaitu sistem kepegawaian yang mengutamakan penilaian kemampuan kualifikasi, kompetensi, kinerja dan profesionalitas. Namun, prinsip itu tidak dijalankan dalam keputusan mutasi yang dilakukan bupati, ketika mengambil keputusan.
Sambung Mimik, mestinya didasarkan pada kompetensi dan aturan yang berlaku. Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 30 Tahun 2019 tentang Penilaian Kinerja Pegawai Negeri Sipil (PNS). Peraturan ini bertujuan menjamin objektivitas pembinaan PNS berdasarkan sistem prestasi dan karier, di mana penilaian didasarkan pada perencanaan kinerja individu dan organisasi, serta memperhatikan target, capaian, hasil, manfaat, dan perilaku.
“Tapi saya tidak melihat hal itu, yang saya lihat adalah pelantikan ini cacat prosedural, cacat hukum dan sarat kepentingan kekuasan politik,” tegas Mimik.
Ia juga menjelaskan, awalnya Bupati Subandi memang membentuk Tim Penilai Kerja (TPK) dan sudah ada 21 orang. Dimana data ke 21 orang ini sesuai dengan prosedur yang berlaku dengan nilai yang baik untuk Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) dan Perilaku Kerja (PK) mereka. Untuk Sasaran Kinerja Pegawai (SKP) bisa dilihat secara transparan, sementara aspek perilaku kerja merupakan hak prerogatif atasan terutama untuk pejabat eselon II dan III.
“TPK yang awalnya bagus jadi melenceng. Dimana, sistem informasi di BKD sampai password-nya diganti bupati, dari yang semula ada 21 orang rekomendasi TPK kok jadi 61 orang. 40 orang ini siapa?,” ungkapnya.
Mimik menegaskan sebagai wakil bupati dirinya bekerja untuk masyarakat. Sehingga dirinya sangat membutuhkan orang-orang yang berada di lingkungan Pemerintah Kabupaten Sidoarjo ini bekerja dengan profesional dan sesuai dengan prosedur.
Ia pun mempertanyakan legalitas mutasi tersebut. “Apakah bisa batal demi hukum? Bisa, ini bisa digugat melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN),” tegasnya.
Mimik mengaku sudah menyampaikan surat resmi bernomor 800/10778/438.1/2025 tertanggal 16 September 2025 kepada bupati perihal permohonan investigasi atas dugaan penyimpangan dalam penerapan sistem merit. Surat tersebut juga ditembuskan ke Gubernur Jawa Timur dan Menteri terkait.
Mimik menegaskan, langkah yang diambil bukan sekadar kritik, tetapi permohonan resmi agar mutasi dibatalkan.
“Surat kemarin itu membuka jalan dan momentum kita ke menteri. Mutasi hari ini harus dibatalkan karena cacat hukum dan jauh dari prosedur.” Pungkasnya. (yun/znr).