November 6, 2025

Metrosoerya.com

Berani, Tegas & Tajam

Ahli Pidana: “Seseorang Tak Bisa Dipidana Karena Menjalankan Haknya”

Spread the love

SURABAYA||Metrosoerya.com.– Sidang lanjutan kasus dugaan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dengan terdakwa selebgram Vinna Natalia kembali digelar di Pengadilan Negeri Surabaya, Rabu (5/11/2025). Agenda persidangan kali ini menghadirkan ahli pidana di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Rabu, (5/11).

Dalam sidang yang dipimpin Hakim Pujiono, ahli pidana dari Universitas Airlangga (Unair), Tutik, menegaskan bahwa Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT)tidak hanya berfungsi memidana pelaku, tetapi juga bertujuan menjaga keutuhan rumah tangga.

“Undang-undang KDRT itu dibuat untuk menjaga rumah tangga tetap utuh. Ketika ada masalah, seharusnya diselesaikan dengan cara yang humanis dan damai. Namun ketika salah satu pihak meninggalkan rumah dalam waktu lama dan mengabaikan kondisi psikologis anak, itu bisa menimbulkan masalah baru,” ujar Tutik di hadapan majelis hakim.

Tutik menyoroti aspek psikologis anak yang disebut merindukan kehadiran ibunya namun tidak mendapatkan perhatian. Ia menyebut kondisi seperti itu dapat berdampak buruk terhadap perkembangan emosi anak.

“Jika dilakukan visum psikologis, akan terlihat dampaknya. Seorang ibu harus memposisikan diri memberi kasih sayang. Jika itu tidak dilakukan, berarti mengingkari hakikat sebagai ibu. Orang seperti itu mencederai perkawinan,” tegasnya.

Ahli juga menyinggung penerapan pasal dalam perkara ini. Menurutnya, hukum harus selalu mengedepankan keadilan, kepastian, dan kemanfaatan.

“Hukum bukan sekadar teks. Ia harus memenuhi tiga unsur itu. Jadi, istilah ‘pasal karet’ dalam kasus KDRT menurut saya tidak tepat. Pasal 45 UU KDRT tentang kekerasan psikis sudah jelas dijelaskan dalam Pasal 7. Fleksibel bukan berarti tidak pasti,” jelasnya.

Perlu diperhatikan bahwa Jaksa Penuntut Umum (JPU) Siksa, saat sidang dimulai dengan pertanyaan dari JPU, namun majelis hakim sempat menegur karena beberapa pertanyaan yang diajukan dinilai lebih relevan untuk saksi fakta, bukan ahli.

Ketika giliran penasehat hukum terdakwa, Bangkit mahanantiyo mengajukan pertanyaan, ahli menjelaskan bahwa pengajuan gugatan cerai merupakan hak hukum bagi setiap warga negara yang berstatus suami atau istri.

“Seseorang tidak dapat dipidana hanya karena menjalankan haknya, termasuk mengajukan gugatan cerai,” ujar ahli pidana dalam persidangan tersebut.

Ahli juga menekankan pentingnya majelis hakim mempertimbangkan mens rea atau keadaan batin terdakwa sebelum menjatuhkan pidana.

“Hakim harus menilai apakah ada niat jahat (mens rea) atau hanya sekadar menjalankan hak hukum,” terangnya.

Lebih jauh, ahli menjelaskan konsep restorative justice, yang menurutnya menekankan pemulihan hubungan dan keadilan bagi korban, bukan sebagai alat untuk menekan atau menyandera pihak yang telah memberikan kompensasi.

“Dalam restorative justice, pemberian kompensasi kepada korban adalah bentuk pemulihan hak, bukan sarana untuk menekan atau memperdagangkan keadilan,” tambahnya.

Pihak penasehat hukum terdakwa, Bangkit mahanantiyo menyebut keterangan ahli pidana yang dihadirkan JPU justru memperkuat posisi pembelaan terhadap Vinna Natalia.

“Keterangan ahli memperjelas bahwa terdakwa menjalankan haknya secara hukum dan tidak memiliki niat jahat. Kami juga meminta majelis hakim agar menghadirkan ahli yang memeriksa kondisi psikis Sena Sanjaya Tanata Kusuma untuk memberikan gambaran lebih objektif,” ujar kuasa hukum Vinna.@Arifim

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!