Proyek Plengsengan Diduga Gunakan Pasir Campur Tanah, Masyarakat Soroti Potensi Kerugian Negara
Oplus_131072
Banyuwangi | metrosoerya.com – Proyek pembangunan irigasi/plengsengan yang dikerjakan oleh salah satu CV dan dibiayai melalui APBD Banyuwangi kembali menjadi sorotan publik.
Pantauan awak media di lokasi menemukan sejumlah kejanggalan pada pekerjaan yang baru mencapai sekitar 40 persen. Proyek yang berlokasi di Dusun Sumberjeruk, Desa Tamanagung, Kecamatan Cluring, Kabupaten Banyuwangi, Selasa (09/12/2025) tersebut diduga menggunakan pasir leboh, yaitu pasir campur tanah yang tidak sesuai standar konstruksi.
Kondisi ini terlihat jelas dari warna dan tekstur material yang terpasang pada plengsengan. Selain itu, papan nama proyek tidak ditemukan di lokasi, sehingga publik tidak mengetahui besaran anggaran, durasi pekerjaan, sumber pembiayaan, hingga identitas pelaksana resmi.
Ketidakhadiran papan nama proyek tersebut menyalahi ketentuan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, yang mewajibkan transparansi pada setiap kegiatan yang menggunakan anggaran negara.
Selain itu, Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah mengatur bahwa pelaksana wajib mengikuti spesifikasi teknis sebagaimana tercantum dalam kontrak dan menyediakan informasi proyek secara terbuka kepada masyarakat.
Tokoh masyarakat Banyuwangi sekaligus Ketua Perkumpulan Pendopo Semar Nusantara, Uny Saputra, angkat bicara terkait dugaan penyimpangan tersebut.
“Tidak dipasangnya papan nama proyek jelas menyalahi aturan keterbukaan informasi publik serta ketentuan dalam Perpres pengadaan barang dan jasa,” ujarnya.
“Jika benar material yang digunakan adalah pasir leboh atau pasir campur tanah yang tidak memenuhi standar, maka ini berpotensi menimbulkan kerugian negara karena kualitas pekerjaan tidak sebanding dengan nilai anggaran,” tambahnya.
Penggunaan material di bawah standar juga bertentangan dengan Peraturan Menteri PUPR Nomor 09/PRT/M/2019 tentang Pedoman Material dan Konstruksi, yang mengatur bahwa bahan konstruksi harus memenuhi standar mutu tertentu untuk menjamin keamanan dan ketahanan bangunan.
Uny mendorong dinas terkait untuk segera turun tangan melakukan pemeriksaan sesuai ketentuan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang mewajibkan pemerintah daerah mengawasi setiap pelaksanaan pembangunan agar sesuai standar teknis dan peraturan perundang-undangan.
“APBD itu adalah uang rakyat. Setiap rupiah harus dipertanggungjawabkan. Bila ada dugaan penyimpangan, wajib dilakukan evaluasi teknis dan audit,” tegasnya.
Jika dugaan penyimpangan kualitas material terbukti, hal tersebut dapat masuk dalam kategori pelanggaran yang berpotensi merugikan keuangan negara sebagaimana diatur dalam UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Bahkan, apabila ada unsur kesengajaan menurunkan kualitas atau mengurangi spesifikasi pekerjaan, hal itu dapat diperiksa berdasarkan UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sejumlah warga berharap agar pekerjaan segera dibenahi sebelum dilanjutkan agar konstruksi irigasi dapat bertahan lama dan benar-benar bermanfaat bagi masyarakat.
Sementara itu, orang yang diduga pemilik CV pelaksana proyek tidak memberikan respons saat dihubungi melalui aplikasi WhatsApp. Pesan dan salam yang dikirim awak media tidak mendapat balasan. Informasi yang beredar di kalangan masyarakat serta beberapa kontraktor menyebutkan bahwa yang bersangkutan dikenal memiliki tingkat kepercayaan diri tinggi karena merasa dekat dengan Wakil Bupati.
Pewarta: Puji
Editor: @gus
