Sidoarjo – Metrosoerya.com
Tiga hari sebelum hari H (H-3) pencoblosan pemilihan umum (Pemilu) tahun 2024 adalah masa tenang dan itu merupakan tahapan Pemilu yang diatur dalam undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Pasal 1 angka 36 UU. Pemilu berbunyi. “Masa tenang adalah masa yang tidak dapat digunakan untuk melakukan aktivitas kampanye Pemilu.”
Menurut Pasal 278 undang-undang yang sama, masa tenang berlangsung selama 3 hari sebelum hari pemungutan suara. Selama masa tenang, pelaksana, peserta dan tim kampanye Pemilu dilarang menjajikan atau memberikan imbalan kepada pemilih untuk:
1.Tidak menggunakan hak pilihnya
2. Memilih pasangan calon tertentu
3.Memilih Parpol peserta Pemilu tertentu.
4. Memilih Caleg, DPR, DPRD, Propinsi dan DPRD kabupaten (kota) tertentu atau DPD tertentu.
Bagi pihak yang melanggar ketentuan tersebut diancam dengan hukuman pidana penjara 4 tahun penjara dan denda Rp. 48.000.000,-. Selain itu, selama masa tenang media massa dan lembaga penyiaran dilarang menyiarkan berita, iklan rekam jejak peserta Pemilu atau bentuk lainnya yang mengarah pada kepentingan kampanye yang menguntungkan atau merugikan peserta Pemilu.
Berdasarkan undang-undang tersebut, Ketua Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Kabupaten Sidoarjo Sujani, S.Sos menyampaikan kepada awak media ini bahwa, masa tenang digunakan untuk merenungkan guna memilih wakil rakyat yang amanah dan bisa mengarah kearah yang lebih baik dari sebelumnya.
“Hari tenang itu tidak diperbolehkan melakukan kegiatan politik terutama kampanye. Jadi moment hari tenang benar-benar dimanfa’atkqn untuk merenung dan memilih siapa Capres atau Caleg yang akan dipilih,” ucap Sujani. Senin (12/2/2024).
Pria yang akrab dipanggil Buwas (Bupati Swasta) itu juga menjelaskan sejak era reformasi hari tenang malah dimanfa’atkan oleh Caleg-Caleg tertentu untuk kampanye. “Sejak era reformasi ini masa tenang dipergunakan kampanye walaupun kampanyenya tidak nampak seperti kampanye akbar. Mereka terang-terangan membagikan uang (serangan fajar),” terang Buwas.
Lanjut ia, moment hari tenang sudah tidak relevan lagi. Di hari tersebut malah marak digunakan untuk kampanye yakni dengan bagi-bagi uang (money politik). “Kalau toh seperti itu penyelenggara Pemilu tidak berani jika tidak ada laporan meskipun kelihatan secara kasat mata,” ungkapnya.
Menurutnya, bila terjadi seperti itu, sebaiknya hari tenang ditiadakan karena para peserta Pemilu semakin brutal atau diganti dengan nama lain.
“Karena itu, saya usul kepada KPU Rl, Kalau bisa hari tenang ditiadakan saja karena di hari itu para calon semakin brutal melakukan misinya untuk mencapai kemenangan dengan berbagai cara dan jalan dengan mendatangi mendata dan bagi-bagi uang atau istilah hari tenang diganti hari persiapan pemungutan suara,” bebernya.
Ia juga membeberkan di hari tenang itu, para calon sibuk mencari orang untuk serangan fajar, begitu juga masyarakat sibuk untuk dapat serangan fajar. Buwas berpendapat hari tenang jangan tiga hari tapi cukup satu hari karena untuk memperpendek para calon melakukan hal-hal yang dilarang penyelenggara Pemilu.
“Saya yakin tidak ada waktu yang luas untuk melancarkan aksinya. Atau bila perlu hari tenang ditiadakan saja. Kampanye terakhir langsung besoknya coblosan saja karena hari tenang tidak sesuai lagi.” Pungkasnya.
Sementara itu, di Kabupaten Sidoarjo beberapa tempat, di hari tenang masih ada beberapa banner calon kontestan yang masih terpampang tentunya ini menyalahi aturan karena di hari tersebut harus steril dari unsur alat kampanye. (yun)